Powered By

Free XML Skins for Blogger

Powered by Blogger

Kamis, 17 Maret 2011

Catatan Musik Hadi Pramono tentang God Bless

Hari Minggu 9 November, Kompas Minggu menurunkan artikel tentang God Bless, berkaitan dengan diberikannya penghargaan sebagai salah satu dari 25 band /pemusik terbaik sepanjang masa oleh majalah Rolling Stone edisi Indonesia. Saya punya catatan tersendiri mengenai grup yang digawangi oleh Ahmad Albar ini. Catatannya seperti dibawah ini.
Bicara tentang God Bless yang paling saya ingat adalah konser mereka di Bandung pada tahun 1973. Di Gelora Saparua, Minggu siang hari. Saya lupa tanggal dan bulannya, yang pasti setelah April namun sebelum Oktoober. Saat itu Godbless tampil bersama The Gang Of Harry Roesli dan grup Band Bentoel dari Malang. Ketiga grup tersebut terasa istimewa, walaupun grup Bentoel bisa dibilang satu strip di bawah The Gang Of Harry Roesli dan God Bless. Di Bentoel yang bisa dicatat dan saya masih ingat adalah di situ ada Ian Antono sebagai drummer, ya Ian Antono yang kelak akan menjadi gitaris grup God Bless, dan vokalisnya Micky Jaguar, yang sangat dikenal karena ulahnya yang pernah memakan kelinci di atas panggung, sebagai salah satu aksi panggungnya. Hal lain yang saya ingat adalah Micky memakai pakaian putih-putih dan ia bersama Bentoel membawakan lagu “She Is A Rainbow” dari Rolling Stones, sambil melepaskan burung merpati.
The Gang Of Harry Roesli istimewa karena grup ini baru meluncurkan LP “ “ yang berisikan lagu “Nyamuk Malaria,” “ Peacock Dog,” “Borobudur,” “Imagine”, dan mereka memang membawakan lagu ini diatas panggung. Harry Roesli duduk sambil bermain bas, menyanyikan lagu-lagu dari album- tersebut. Saya ingat Hari Pochang ada di sana, Albert Warnerin, dan permainan organ Indra Rivai ! ya ini saya suka soundnya, dan saya ingat terus bunyinya, sampai sekarang. God Bless apa yang saya ingat ? Ahmad Albar, tinggi semampai, rambut kribonya sangat besar, model pakaiannya menyebabkan sebagian kulit bagian punggungnya terlihat, putih. Flamboyan. Itulah kesan tentang Ahmad Albar saat itu. Ia baru datang dari Belanda, ia bagaikan primadona di musik rock Indonesia saat itu. Fuad Hasan (di Kompas ditulis Fuad Umar, tapi seingat saya Fuad Hasan..mungkin saya salah ) drummer God Bless juga menjadi icon lain dari grup ini, kegagahannya dan kerancakannya memainkan drums. Ada Ludwig Lemans, gitaris yang orang Belanda, ada Dedi Dores pada keyboard, yang pada masa itu lazim disebut organ. Pemain bas, sejujurnya saya lupa-tak terekam sosoknya dingatan saya. Yang jelas God Bless membawakan lagu-lagu orang lain. Yang saya ingat saat itu God Bless membawakan lagu “Kick Back Man,” “Getting Old,” (dua duanya dari James Gang), “I Wanna Take You Higher” (Sly and The Family Stone) dan “Tryin’ To Get Away “ ( Grand Funk Raillroad). Yang lain-lainnya saya tidak kenal, yang jelas asyik.
Ketika membawakan lagu “Kick Back Man” Ahmad Albar agak terbungkuk-bungkuk, ketika membawakan lagu “I Wanna Take You Higher” ia mengajak penonton untuk ikut bernyanyi bersama, tetapi penonton musik kita saat itu masih malu-malu, tidak sespontan dan seekspresif sekarang., jadi pada bengong saja tak tahu harus berbuat apa. “I Wanna TakeYou Higher……. Hiiigher… ayo kalian ikuti saya.. “ kata Ahmad Albar mengucapkan lirik lagu tersebut, berulang-ulang tapi penonton tetap hanya celingukan. Dan kata kalian saat itu terasa agak janggal di telinga saya , seperti tidak sopan, mungkin lebih pas kata anda. Tapi boleh dimaklum, Ahmad Albar baru datang dari Belanda, setelah lama bermukim di sana, dia masih tidak terlalu luwes bicara (menggunakan) bahasa Indonesia. Lagu “Tryin’ To Get Away,” selalu membuat saya terkenang pada Ludwig Lemans. Terutama gelitikan tangannya pada intro lagu ini.
Bentoel, The Gang Of Harry Roesli, God Bless, pada saat itu punya kesamaan, idealisme untuk mengadakan pembaruan atau alternatif pada musik Indonesia, yang didunia rekaman didominasi oleh musik Koes Plus, D Loyd, Mercys yang bercorak pop, yang umumnya direkam di perusahaan rekaman Remaco. Bentoel memang akhirnya patah di tengah jalan, tapi The Gang Of Harry Roesli ( sebetulnya bersama Shark Move) telah mengaktualisasikan idealisme dalam bentuk rekaman (LP) yang pada jaman sekarang lazim disebut rekaman indie. God Bless saat itu belum rekaman, mereka baru melakukan rekaman pada tahun 1975. Tapi walaupun belum melakukan rekaman idealisme God Bless sebagai pejuang pembaharu bisa terus kita rasakan beberapa tahun ke depan.
Harus saya akui setelah menyaksikan penampilan God Bless di Gelora, saya menjadi salah seorang fans grup ini. Walaupun mereka membawakan lagu-lagu orang lain, tapi pilihan-pilihan lagunya asyik Mereka mampu menghidupkan lagu orang lain dengan sangat baik di atas panggung. . Belakangan saya merasakan, kadang yang dibawakan oleh God Bless lebih asyik dari asliya. Yang jelas sejak tahun 1973 itu God Bless merupakan salah satu grup yang saya ikuti perkembangannya, terutama lewat majalah Aktuil.
Saya kemudian menjadi tahu, lagu-lagu apa yang sering dibawakan oleh God Bless di atas panggung, selain lagu-lagu yang saya ingat dibawakan di Gelora mereka juga sering membawakan lagu “Keep In Time” dari Trapezze, “Come On In” dari Kin Ping Meh dan belakangan juga lagu dari Queen “Brighton Rock” dan dari Kansas “Carry On My Way Wordson”. Lagu “Brighton Rock” saya saksikan dibawakan God Bless pada tahun 1975, pada Pesta Musik Musim Kemarau, di belakang Gedung Sate, yang hampir membuat saya kena musibah. Ya, karena saya ingin menyaksikan paling depan, pada acara yang diselenggarakan di tempat terbuka dan gratis itu, saya terus merangsek ke depan. Sampai akhirnya saya tiba dipaling depan, berhadapan dengan pagar tembok, berdesak-desakan sementara dari belakang terus merangsek ingin ke depan. Di sekitar saya banyak yang pingsan, diangkat, ditolong dinaikan keatas panggung, dibawa ke tempat pertolongan. Saya merasa sesek, panas, berkeringat, akhirnya saya berjuang kembali ke belakang. Susah payah, karena yang dibelakang ada yang hendak ke depan, siang hari bolong, untungkah akhirnya saya bisa ke luar. Kelelahan. Saya akhirnya, melihat dan mendengar dari jauh. Yang saya ingat selain God Bless, juga ada Giant Step-yang membawakan lagu “ Air Polution” dan beberapa lagu lainnya. Juga ada grup Rawa Rontek yang memadukan rock dengan debus.
Kembali ke God Bless. Saat itu saya sudah sampai pada suatu kesimpulan, kekuatan God Bless adalah diaransemennya yang apik, pemilihan lagunya yang jeli, kecuali lagu seperti Getting Old atau The Letter ( Chicken Shack) yang berima slow, maka umumnya lagu\-lagu yang dibawakan oleh God Bless adalah lagu-lagu yang banyak syncope, berhenti mendadak secara bersama, maju lagi, yang sangat mendukung aksi panggung para pemusiknya.
God Bless, baru melakukan rekaman pada tahun 1976. Kalaun tidak salah di studio Triangkasa, dan diedarkan dalam bentuk kaset di atas label Pramaqua (Prambors Aquarius), semacam, lagi-lagi Indie label, dengan judul “Huma Di Atas Bukit”. Di album ini ada lagu “Huma Di Atas Bukit,” “Rock Di Udara” “Sesat” “Eleanor Rigby” “Setan Tertawa” “Gadis Binal” “Fryday On My Mind” “She Passed Away”. “Huma Di atas Bukit” dan “Sesat” sempat menjadi sound track dari film Laela Majenun, garapan Sutradara Sumanjaya. Sedang kan lagu “She Passed Away” adalah andalan God Bless di atas panggung pertunjukan. Album ini jelas disambut antusias oleh para penggemar God Bless dan penggemar musik rock pada umumnya, walaupun akhirnya sebagian orang harus kecewa karena ternyata rekaman ini dinodai oleh semacam skandal.
Ketika God Bless merilis album Huma Di Atas Bukit, Rollies juga sudah merilis album yang istilah saat itu tidak didikte oleh “cukong rekaman” antara lain album “Let’s Start Again” yang juga di sambut hangat oleh pecinta musik “alternatif”. Di album ini ada lagu “Salam Terakhr” dan lagu blues “I Had To Leave You” yang dinyanyikan oleh Delly Rollies. Nah lagu “I Had To Leave You inilah yang sempat jadi masalah. Di Rubrik surat pembaca majalah Aktuil, ada yang mengkritisi lagu ini dan mengatakan bagian belakangnya meniru lagu “You Shook Me” dari Led Zeppelin. Nah jika Rollies ada satu lagu yang dikritisi, maka tak berapa lama setelah album Huma Di Atas Bukit beredar, di rubrik yang sama bermunculan kritik, atau lebih tepat dikatakan penelanjangan terhadap album Huma Di Atas Bukit. Hampir semua lagu dialbum ini bermasalah. Yaitu mencaplok musik orang lain, terutama dari Genesis ( album Selling England By The Pound ), Deep Purple ( era Glen Hughes), dan Jethro Tull.
Namun terlepas dari skandal tersebut, harus diakui bahwa God Bless tetap harus diacungi jempol untuk pengaransemenan lagu dan harmonisasi. Mereka mampu membawakan lagu “Fryday On My Mind” ( Easy Beats) dengan versi mereka, demikian juga lagu “Eleanor Rigby” ( Beatles). Dan album ini ( dimana Ahmad Albar masih lebih fasih menyanyikan lagu berbahasa Inggris ketimbang Indonesia), menjadi salah satu tonggak penting dalam perjalanan karir God Bless, dan musik Indonesia.
Tidak Gampang
Saya penggemar God Bless, saya selalu ingin nonton God Bless, terutama Ahmad Albar bernyanyi. Tapi di tahun 70 an, saya masih belum cukup umur untuk nonton ke Jakarta, misalnya. Bahkan di tahun 73 pun ketika saya nonton di Saparua, saat itu saya kelas dua SMP, di Bandung belum banyak angkot seperti sekarang, saya harus mengajak teman yang lebih besar untuk menemani, mengendarai motor bebek saya, yang dibeli bulan April namun ringsek bulan Oktober, karena tabrakan frontal dengan motor lain di jl Cipaganti yang saat itu lalu lintasnya masih dua arah.
Maka kalau saya tidak bisa nonton, saya cukup gembira jika membaca reportasenya di majalah Aktuil. Saya hampir bisa nonton God Bless di Stadion Utama Senayan pada bulan Desember 1975, yaitu pada saat konser Deep Purple, rencananya God Bless menjadi grup pembuka. Sayang saya apes, God Bless tak jadi tampil di malam pertama pertunjukan Deep Purple ( Deep Purple tampil dua malam, dan saya nonton di malam pertama). Keapesan ke dua terjadi pada tahun 1981, saya sudah belain jauh-jauh ke Jogya, tapi God Bless gagal tampil. Rencananya God Bless tampil bersama grup SAS plus Ucok AKA di stadion Kridosono Jogya. Duel Met. Saya sengaja ke Jogya menggunakan Kereta Api hari Jum’ at (padahal baru beberapa hari sebelumnya saya pulang dari Jakarta menyaksikan Tampang Musik 81 di Balai Sidang Senayan). Malam Sabtu saya ikut nginap ditempat kosnya teman. Sabtu siang saya melihat persiapan pembuatan panggung di Stadion Kridosono. Dan yang dinamakan panggung perunjukan pada masa itu adalah gabungan antara drum minyak tanah, papan dan deklit—yang digunakan sebagai alas. Malam harinya ternyata saya tahu, panggungnya tanpa atap –dan inilah yang
karxis-gbsasmenyebabkan saya gagal menyaksikan God Bless ! SAS dan Ucok sempat tampil (saya suka), tapi hujan lebat yang mendera, membuat SAS tak tampil penuh dan God Bless tak jadi main. Kericuhan sempat terjad, untunglah tidak sampai merusak alat. Karena alat-alat di atas panggung sudah ditingker oleh tentara bersenjata laras panjang, sementara anggota Godbless, terpaksa bersembunyi di bawah panggung menunggu situasi mereda. Singkatnya panitia membujuk dan menjanjikan pada penonton bahwa pertunjukan akan di ulang keesokan harinya, dan anggota God Bless berhasil diselamatkan dan dibawa ke Hotel Merdeka, dimana mereka menginap, SAS dan Ucok menginap dan tempat saya juga menginap.
Saya memang menginap di Hotel Merdeka. Hotel bintang II atau III. Saya memilih kamar termurah, dan saya masuk hari Sabtu siang, rencana pulang Minggu siang. Kamar saya terletak di bagian belakang. Ada jalan langsung ke luar. Kamar dimana saya menginap terpisah oleh bagian terbuka, semacam halaman (taman) yang memisahkan dengan bangunan utama, yang ada kamar-kamar dengan tarif yang lebih mahal dari kamar yang saya tempati. Dan jika dari arah kamar saya memandang ke arah bangunan utama maka yang terlihat adalah semacam ruang tengah yang besar, dimana kalau ada yang berbincang, walaupun tak terdengar orang-orangnya bisa terlihat sangat jelas. Dan itulah yang saya lihat, ketika saya hendak ke luar kamar untuk mencari tempat makan sahur, karena besoknya adalah hari puasa pertama di tahun itu. Yang saya lihat adalah Ahmad Albar, Ucok AKA, Arthur dan yang lain-lain, tampak sedang berdebat. Entah apa yang sedang diperdebatkan, mungkin tentang apa yang harus dilakukan keesokan harinya. Yang jelas malam itu saya sedang kebingungan, bukan bingung mencari tempat makan, tapi apakah saya akan tetap tinggal di Yogya untuk menyaksikan pertunjukan God Bless esok hari, ataukah pulang minggu malam seperti rencana semula ? Dana yang saya bawa, sudah sangat menipis. Tapi kalau pulang kok sayang sudah jauh-jauh tak jadi nonton God Bless. Otak saya berputar. Mungkinkah besok God Bless besok benar-benar main ? Saya tetap bingung. Hingga esoknya, sebelum tengah hari saya menyempatkan datang lagi ke stadion Kridosono. Dan saya lihat adalah kesibukan orang yang sedang mengemasi panggung. Saya langsung ke Stasiun, pesan tiket untuk pulang pake Kereta Api Malam. Seminggu kemudian di Kompas Minggu saya baca berita, bahwa Hotel Merdeka di Yogya, hari Minggu malam diserbu penonton, yang sudah datang ke Stadion Kridasono, tapi ternyata mendapati tempat tersebut kosong !
Saya sendiri sempat menulis event ini di Pikiran Rakyat Minggu dengan judul “Rock Ternyata Masih Punya Publik di Negeri Ini” (yang dimuat sebulan setelah pertunjukan berlangsung !). Ya, judul ini mengacu pada kenyataan musi rock di Indonesia yang makin terpinggirkan, iklim makin tidak kondusif bagi pemusik rock. Hal ini sebetulnya mulai terasakan sejak meninggalkan pertengahan tahun 70 an. Kedatangan Deep Purple pada akhir tahun 1975, sempaat memberi inspirasi dan dorongan pada musik rock. Grup SAS misalnya, memasang lighting ala Deep Purple, selain juga punya dukungan dari penyewaan sound system Lasika, yang menjambani berapa ribu wattpun kebutuhan sound yang diperlukan oleh SAS. God Bless mengeluarkan rekaman. Tapi meninggalkan tahun 76 kondisi musik rock memprihatinkan. Selain tumbuhnya musik Punk, yang menjadi trend di Indonesia sampai awal tahun 80 an adalah musik jazz ( fusion jazz rock). Al Dimeola, Stanley Clarke, Chick Corea, grup Return To Forever, Jean Luc Ponty, Bob James, Michaek Frank. Musik-musik yang tidak terlalu keras. Nah, di saat-saat seperti inilah kita bisa melihat siapa yang benar-benar konsisten dan setia di jalur rock. Maka untuk itu saya angkat topi pada Ahmad Albar ( God Bless), Benny Subarja ( Giant Step) dan Arthur Kaunang (SAS), di saat rock sulit mereka masih tetap berusaha mengibarkan bendera rock. Ketika akhirnya mereka satu persatu tumbang atau kehilangan arah tetaplah harus dihargai. Dengan situasi dan kondisi yang ada, mereka sudah berjuang melebihi apa yang bisa kita harapkan dari mereka.
gblesscerminBahkan disaat sulit God Bless di tahun 80 sempat merilis album mereka yang kedua, yang berjudul Cermin, dengan formasi Ahmad Albar, Ian Antono, Donny Fatah, Teddy Sujaya dan Abadi Soesman. Di album ini al. ada lagu “Anak Adam,” “Sodom Gomorah”. Dan ditahun 81, SAS dan God Bless, seperti yang kita tahu berusaha main di Jogya.
Tahun 82, kalau saya tidak salah ingat, saya bisa menyaksikan God Bless lagi. Kali ini di Stadion Siliwangi, ada beberapa grup yang tampil ( antara lain penampilan pertama grup Cockpit). Sound System yang tidak memadai, saya melihatnya dari jauh, menyebabkan saya tidak terlalu bisa menikmati penampilan God Bless. Tapi, well, selalu ada yang bisa di ambil dari God Bless/ Ahmad Albar, yang saat itu menyanyikan lagu “Getting Better,” yang aslinya dibawakan oleh Pat Reveers (lagu yang enak, saat itu pertama kali saya mendengar lagu tersebut—dan seterusnya saya mencari rekaman ini—dan belum dapat sampai sekarang !), Lalu berikutnya saya kembali menyaksikan God Bless, kali ini di Teater terbuka TIM, rame-rame, ada Giant Step, Dedy Stanzah dan God Bless, yang saat itu pemain keyboardnya adalah Adi MS. Lagi saya dapat lagu baru, judulnya “You Have It All,” Ahmad Albar menyebut lagu itu dari John Miles. John Miles ? saya tidak kenal. Nama baru. John Mayall. Ah rasanya musiknya tidak begitu. Tapi besok siangnya ketika saya jalan-jalan ke jalan Surabaya, saya mendapatkan piringan hitamnya, saya membelinya, dan saya mendengarkan lagu aslinya. Ternyata lebih asyik yang dibawakan God Bless!
Sekitar tahun 85/86. God Bless main lagi di Bandung. Di mana ? Di Karang Setra. Mereka membawakan lagu Deep Purple dari album In Rock. Tapi saya tidak menyaksikan pertunjukan ini entah mengapa, saya lupa sebabnya. Saya baru menyaksikan God Bless lagi pada awal tahun 1991, di Semarang, dalam rangka tur Raksasa-yang dipromotori oleh Log Zlebor, di Stadion Diponegoro. Ini adalah era baru musik rock. Sound System dan Lighting ratusan ribu watt, panggung megah, yang kalau untuk ukuran sekarang tidaklah aneh, banyak yang lebih megah. God Bless didampingi oleh El Pamas, grup yang juga ada di bawah naungan Log Zlebor.
Saya ke Semarang bukan semata-mata karena ingin menyaksikan pertunjukan God Bless, tapi saya berkepentingan untuk membuat tulisan yang saya anggap cukup eklusif, untuk dibaca publik Bandung, melalui media Pikiran Rakyat Mingggu, karena seminggu kemudian God Bless main di Bandung, saya ingin memberi informasi bagaimana God Bless setelah ada dibawah penanganan Log Zlebor ( jika ada tokoh/ bukan pemusik yang merupakan pejuang rock yang cukup konsisten, dan berhak mendapat penghargaan maka orang itu menurut saya adalah Log Zhlebor).
gb21
Pertunjukan sendiri secara umum bagus, walaupun ada gangguan listrik mati yang untunglah tidak memicu kericuhan, padahal ini potensial sekali untuk menjadi pemicu. God Bless di sini memabawakan lagu-lagu berbahasa Indonesia. Sebagian besar diambil dari album Raksasa. Seminggu kemudian God Bless main di Bandung, di Stadion Persib, karena Stadion Siliwangi saat itu tak\ diijinkan untuk pagelaran rock. Saya lupa persisnya, melihat animo penonton di Semarang, dengan sistem penjualan karcis di Bandung, maka akan terjadi kericuhan. Ya betul. Saya memilih tidak nonton, dan kericuhan memang terjadi.
Penjualan album Raksasa saya kira cukup sukses. Tapi saya sudah tidak tertarik lagi untuk nonton God Bless. Apalagi sampai mengejar-ngejar seperti dulu. Bukannya saya menjadi tidak suka musik rock, tapi saya merasa banyak hal yang hilang dari God Bless. Terlepas dari berbagai kekurangan yang ada, saya angkat topi untuk album Huma Di Atas Bukit dan album Cermin, dua album yang dibikin dengan semangat independen, juga pada semangat untuk mempertahankan musik rock. Saya hampir kembali menyaksikan God Bless ketika untuk saya harus berada di Bali ( Denpasar) pada awal Maret 2006. Mereka main di Cafe, membawakan lagu-lagu Clasic Rock. Pada acara yang diselenggarakan oleh Komunitas Clasic Rock dan Blues Bali. Jum’ at malam, di lobby Hotel Niko, saya duduk-duduk, membolak balik media lokal di sana. Di situ saya menemukan berita, tentang God Bless yang main di salah satu Cafe di kuta, yang saya lupa namanya, memainkan lagu-lagu Clasic Rock . Wow, sayangnya pertunjukan telah berlangsung Jum’at Malam. Seandainya saja saya datang sehari sebelumnuya kemungkinan besar saya akan pergi untuk nonton. God Bless memainkan lagu-lagu klasik rock, seperti yang dulu mereka mainkan, main di tempat yang tidak terlalu besar , cukup menarik untuk ditonton. Walaupun bisa jadi tidak akan terlalu istimewa, terutama kalau mereka main hanya demi job. Bisa jadi akan punya nilai lebih jika mereka membawakan lagu-lagu klasik rock, atas keinginan sendiri, dan dengan persiapan yang matang. Di tempat yang tidak terlalu besar. Jika di Bandung saya akan nonton. Bukan untuk bernostalgia. Tapi saya masih melihat harapan bahwa pertunjukannya akan bagus !
FORMASI GOD BLESS ( Sebagaimana di tulis di KOMPAS MINGGU, 9 November 2008)
1973 (Pentas Pertama di TIM)
Achmad Albar (vcl), Donny Fatah (bs), Yockie Suryoprayaogo (key), Ludwid Lemans (gtr), Fuad (drms)
1973 ( Pentas Rock Summer 28)
Ahmad Albar (vcl), Donny Fatah (bs), Dedi Dores (key), Ludwig Lemans (gtr), Fuad (drms)
1974
Ahmad Albar (vcl), Donny Fath (gtr), Soman Lubis (key), Deddy Stanzah (bs), Fuad (drms)
1974
Achmad Albar (vcl), Donny Fatah (bas), Ian Antono (gtr), Yokie (Key), Teddy Sujaya (drms)
1975 (rekaman pertama)
Achmad Albar (vcl), Donny Fatah (bas), Ian Antono (gtr), Yockie ( key), Teddy S (drms)
1981 (Yockie sibuk solo)
Achmad Albar (vcl), Donny (bas), Ian (gtr), Abadi Soesman (key), Teddy (drms)
(1981) Donny ke AS
Achmad Albar (vcl), Rudy Gagola (bas), Ian Antono (gtr), Dodo Zakaria ( key), Teddy (drms)
(1987) Album Semut Hitam
Achmad Albar (vcl), Donny Fatah (bas), Yockie (key), Ian Antono (gtr), Teddy S (drms)
(1988) Album Apa Kabar
Ahmad Albar ( vcl), Donny Fatah ( bas), Eet Syahranie (gtr), Ian Antono (gtr), Yockie (key), Teddy (drums)
2000-2008 (Pemain Pengganti)
Imang Nursaid (drums), Donny ( bas), Iwang Nursaid (drums), Gillang Ramadhan (drums), Yaya Muktio (drums)
2008
Achmad Albar (vcl), Donny Fatah (bas), Ian Antono (gtr), Abadi Soesman ( Key\), Yaya Muktio (drum)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar